Internalisasi Adalah proses norma-norma yang mencakup
norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusional saja, akan
tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa
anggota-anggota masyarakat.
a. Pendekatan klasik tentang pemuda Melihat bahwa muda
merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan merupakan suatu
fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat seketika dan suatu
waktu akan hilang dengan sendirinya, maka keanehan-keanehan yang menjadi ciri
khas masa muda akan hilang sejalan dengan berubahnya usia.
Menurut pendekatan yang klasik ini, pemuda dianggap sebagai
suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang bertentangan dengan
aspirasi masyarakat. Selanjutnya munculah persoalan-persoalan frustasi dan
kecemasan pemuda karena keinginan-keinginan mereka tidak sejalan dengan
kenyataan. Dan timbulah konflik dalam berbagai bentuk proses. Di sinilah pemuda
bergejolak untuk mencari identitas mereka.
b. Dalam hal ini hakikat kepemudaan ditinjau dari dua asumsi
pokok. Penghayatan mengenai proses perkembangan manusia bukan sebagai suatu
koninum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah dan setiap
pragmen mempunyai arti sendiri-sendiri. Asumsi wawasan kehidupan adalah posisi
pemuda dalam arah kehidupan sendiri. Perbedaan antar kelompok-kelompok yang
ada, antar generasi tua dan pemuda, misalnya hanya terletak pada derajat ruang
lingkup tanggung jawabnya. Generasi tua sebagai angkatan-angkatan yang lalu
(passing generation) yang berkewajiban membimbing generasi muda sebagai
generasi penerus. Dan generasi pemuda yang penuh dinamika hidup berkewajiban
mengisi akumulator generasi tua yang mulai melemah, disamping memetik buah-buah
pengalamannya, yang telah terkumpul oleh pengalamannya. Pihak generasi tua
tidak bisa menuntut bahwa merekalah satu-satunya penyelamat masyarakat dan
dunia. Dana melihat generasi muda sebagai perusak tatanan sosial yang sudah
mapan, sebaliknya generasi muda juga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban
untuk memelihara dunia. Dengan demikian maka adanya penilaian yang baku (fixed
standard) yang melihat generasi tua adalah sebagai ahli waris. Dari segala
ukuran dan nilai dalam masyarakat, karena itu para pemuda menghakimi karena
cenderung menyeleweng dari ukuran dan nilai tersebut karena tidak bisa
diterima. Bertolak dari suatu kenyataan, bahwa bukan saja pemuda tapi generasi
tua pun harus sensitif terhadap dinamika lingkungan dengan ukuran standard yang
baik. Dengan pendapat di atas jelas kiranya bahwa pendekatan ekosferis mengenai
pemuda, bahwa segala jenis ”kelainan” yang hingga kini seolah-olah menjadi hak
paten pemuda akan lebih dimengerti sebagai suatu keresahan dari masyarakat
sendiri sebagai keseluruhan. Secara spesifiknya lagi, gejolak hidup pemuda
dewasa ini adalah respon terhadap lingkungan yang kini berubah dengan cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar