Religious Myspace Comments

Kamis, 30 September 2010

Tanggung Jawab Sosial Manager

PT Indofood bantu anak kurang gizi di Sumba Barat


Selasa, 27 September, 2005 oleh: gklinis PT Indofood bantu anak kurang gizi di Sumba Barat
Gizi.net - Waikabubak, PK -- PT Indofood Sukses Makmur menyerahkan bantuan alat timbang, makanan bergizi, kartu menuju sehat (KMS) dan baju kaos Indofood kepada 40 posyandu yang tersebar di wilayah Kecamatan Lamboya, Kota Waikabubak dan Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat. Penyerahan bantuan dipusatkan di Kampung Mude, Desa Kabukarudi, Kecamatan Lamboya.

Bantuan diserahkan Wakil Kepala Divisi Personalia PT Indofood Sukses Makmur, Frans A Toisuta, kepada Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba, M.Si, di Kampung Mude, Desa Kabukarudi, Kecamatan Lamboya, Kamis (22/9).

Wakil Kepala Divisi Personalia PT Indofood, Frans Toisuta, dalam sambutannya mengatakan, bantuan yang diberikan dalam rangka membantu meringankan beban masyarakat dan Pemkab Sumba Barat karena makin banyak balita yang terancam busung lapar atau rawan gizi. Kondisi ini membuat PT Indofood terpanggil menjalankan misi kemanusiaan sebagai wujud nyata kepeduliannya terhadap kondisi kehidupan masyarakat Sumbar.

Frans mengakui, sebelum menurunkan bantuan, pihaknya telah mengirim tim ke daerah ini pada bulan Agustus untuk survei daerah yang paling memerlukan bantuan agar bantuan tepat sasaran. Dalam survei tim menemukan daerah yang anaknya pa- ling banyak balita kekurangan gizi yakni Kecamatan Lamboya, diikuti Kota Waikabubak dan Kecamatan Loli.

Berdasarkan hasil survei tim, kata Frans, pihaknya membangun kerjasama dengan Dinas Kesehatan Sumbar menyelenggarakan Program Peduli Sosial PT Indofood guna mendorong upaya revitalisasi 40 posyandu di tiga kecamatan tersebut.

Sebagai wujud dukungan, ungkap Frans, pihaknya langsung turun ke daerah menyerahkan bantuan bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi. Bantuan berupa: perlengkapan posyandu dari timbangan bayi, timbangan gantung balita, kartu menuju sehat (KMS) 5.000 lembar, baju kaos kader posyandu 200 lembar. Selain itu, diserahkan produk makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan marie roti untuk keperluan selama tiga bulan ke depan bagi 1.250 balita di 40 posyandu.

Menurut Frans, pemberian bantuan merupakan upaya Indofood membantu menghidupkan kembali posyandu di wilayah yang dirasa memerlukan kehadiran posyandu. Dengan pemberian bantuan makanan tambahan tiga bulan ke depan, Frans berharap ibu-ibu rajin mendatangi posyandu terdekat selain mendapatkan makanan pendamping juga memeriksakan kesehatan anak balita secara rutin.

Dikatakan, dukungan Indofood dalam merevitalisasi 40 posyandu di Sumbar merupakan pilot project yang nantinya akan dikembangkan ke tempat lain di Indonesia yang juga banyak terdapat bayi yang kekurangan gizi. Sebagai wujud tanggungjawab sosial terhadap penyiapan generasi mendatang, bulan November PT Indofood Bogasari Flour Mills merencanakan menyelenggarakan simposium nasional penganekaragaman pangan dengan tema: Konstruksi Sosial Penanganan dan Pencegahan Busung Lapar. Tujuan simposium untuk membahas serta mensosialisasikan hasil kajian dan pemikiran tentang bagaimana bentuk konstruksi sosial yang dapat diwujudkan guna mengatasi busung lapar dan masalah gizi dengan alternatif penganekaragaman pangan. (pet)

----------------------------------------------------------------
Jangan hanya ‘cetak’ anak

Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba, M.Si, saat menerima bantuan Indofood mengingatkan orangtua memperhatikan kesehatan anak mulai dari unsur gizi makanan hingga kebersihan dan pendidikan anak.

Julianus minta orangtua jangan hanya ‘mencetak’ anak namun berpikir bagaimanan merawat anak dan memelihara hingga dewasa dengan pola asuh, pola makan dan pola didik yang baik dan benar.

"Saya tidak membatasi hak orangtua memproduksi anak namun sebagai kepala daerah perlu saya ingatkan agar tidak hanya berpikir mencetak anak tapi juga berpikir soal gizi makanan anak," kata Julianus disambut senyum orangtua. Hadir, Kapolers Sumbar, AKBP. SM Panjaitan, Dandim 1613, Letkol (Inf) I Made Datrawan, Kajari Waikabubak, Tama Sembiring, S.H, Wakil Ketua DPRD, Alex Dapawole serta pimpinan dinas instansi.

Julianus juga menyampaikan terima kasih atas kepedulian PT Indofood yang sudah membantu masyarakat Sumbar serta meringankan beban pemerintah. Dia minta bantuan yang digunakan sesuai peruntukan dan tepat sasaran termasuk peralatan untuk posyandu.

Bernard Baur, mewakili Kadis Kesehatan Sumbar melaporkan dari 53.555 balita di Sumbar 6.778 jiwa mengalami gizi kurang, 1.588 gizi buruk, dan 137 balita mengalami marasmus dengan kelainan dan yang terbanyak di wilayah Lamboya. Kepala Puskemas Kabakarudi, dr. Yulis Nainggolan secara terpisah mengatakan, jumlah balita yang mengalami gizi buruk dengan kelainan sebanyak 82 orang, penyakit lain tanpa kelainan (maramus) 109 orang dan gizi kurang 941 orang.

Ketua Kader Posyandu Desa Kabakaaudi, Dorkas Pabala, menyebutkan ada 20 balita yang mengalami gizi buruk dan gizi buru dengan kelainan. Sedangkan gizi kurang 66 orang. "Saat ini masyarakat Desa Kabakarudi sedang kekurangan bahan makanan terutam beras. Makanan alternatif masih ada namun menjenuhkan jika sering menkonsumsinya. Untuk mendapatkan beras warga harus menjual hewan piaraan. Hasil panen tahun ini gagal total," jelasnya. (pet)

Sumber: http://www.indomedia.com/poskup/26/09/2005

Tanggung Jawab Sosial Manager

BNI dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Sinergi keduanya akan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Halaman ini dipersembahkan oleh BNI dalam bentuk visual yang semoga mampu mengharmoniskan hubungan, serta menggambarkan kepedulian BNI terhadap masyarakat dan lingkungan.
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan yang dibangun oleh BNI untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional sekaligus meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini merupakan perwujudan budi baik (goodwill) perusahaan sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat.
Tujuan dari CSR di BNI adalah mencakup hal-hal berikut:
  • Mendorong kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan
  • Mendorong pelaksanaan bisnis yang bersih dan bertanggung jawab
  • Memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas pada umumnya dan lingkungan sekitar di mana bisnis dilaksanakan pada khususnya
  • Membangun simpati masyarakat kepada perusahaan yang dapat menunjang terbentuknya citra positif perusahaan di mata publik
  • Meningkatkan nilai perusahaan melalui pembentukan reputasi yang baik
  • Meningkatkan pemahaman publik terhadap BNI melalui informasi yang disalurkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
Program CSR yang dilakukan BNI adalah sesuai dengan bisnis perusahaan sehingga dapat berjalan alami, serta mampu memberikan manfaat dan perubahan yang signifikan bagi masyarakat. Bantuan dan partisipasi yang diberikan oleh BNI bagi kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan adalah berdasarkan visi dan misi dalam rangka menuju pembangunan yang berkelanjutan, serta berlandaskan kepada S.E. Kepmen BUMN No. SE-433/MBU/2003 tanggal 16 September 2003 tentang dana kemitraan dan bina lingkungan dalam kaitannya dengan prinsip membawa perubahan yang signifikan.
Program CSR di BNI menerapkan dan melaksanakan code of conduct yang berlaku serta mengimplementasikan praktek good corporate governance. Bertanggung jawab dan melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk didalamnya menjalankan kewajiban sebagai warganegara yang bertanggung jawab. Menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan dalam bentuk pembinaan masyarakat dan bantuan sosial yang memiliki dampak terhadap perubahan ke arah hidup yang lebih baik serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

sumber:
http://www.bni.co.id/BNIBerbagi/tabid/179/Default.aspx

Rabu, 29 September 2010

Teori Evolusi Manajemen

Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen

Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir.[6] Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang—tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu—yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana.
Piramida di Mesir. Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan oleh Hanry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.[rujukan?]
Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.[7]

[sunting] Pemikiran awal manajemen

Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen.[2] Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.[8]
Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.

[sunting] Era manajemen ilmiah

Frederick Winslow Taylor.
Era ini ditandai dengan berkembangan perkembangan ilmu manajemen dari kalangan insinyur—seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, dan Harrington Emerson[9] Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.[2]
Henry Gantt yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya seorang mampu mandor memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin (industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan untuk merancang dan mengontrol pekerjaan.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut.[9]
Era ini juga ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yang dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik.[9] Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.[10] Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.[2] Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14 prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Sumbangan penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi—bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini.[2]
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker—sering disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.[11]

[sunting] Era manusia sosial

Era manusia sosial ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen ilmiah. Mahzab perilaku tidak mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthrone.
Eksperimen Hawthrone dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.[2]. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.[9]
Kontribusi lannya datang dari Mary Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi dan ilmu politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative Experience pada tahun 1924.[9] Follet mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi "efektif-efisien".
Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan, dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga mengembangkan teori "penerimaan otoritas" didasarkan pada gagasan bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas itu.

[sunting] Era moderen

Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality management—TQM) di abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang.[9] Deming berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas dapat ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) market share meningkat karena peningkatan kualitas dan harga; (4) profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat. Deming mengembangkan 14 poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang peningkatan kualitas.
Kontribusi kedua datang dari Joseph Juran.[9] Ia menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan karena faktor-faktor yang sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Ia merujuk pada "prinsip pareto." Dari teorinya, ia mengembangkan trilogi manajemen yang memasukkan perencanaan, kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran mengusulkan manajemen untuk memilih satu area yang mengalami kontrol kualitas yang buruk. Area tersebut kemudian dianalisis, kemudian dibuat solusi, dan diimplementasikan.

[sunting] Teori manajemen

[sunting] Manajemen ilmiah

Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut.[9] Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.[9]
Skema itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di penghujung hari.[rujukan?]


sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen